Sunday, February 5, 2012

TEKNOLOGI SOL GEL PADA PEMBUATAN NANO KRISTALIN METAL OKSIDA UNTUK APLIKASI SENSOR GAS

Teknologi pembuatan metal oksida (MOX) untuk lapisan aktif pada pembuatan sensor gas dengan metode sol gel, disertai mekanisme reaksi dan parameter-parameter proses yang mempengaruhinya. Beberapa metal oksida (MOX) sebagai lapisan aktif pada sensor gas antara lain seperti: SnO2, In2O3, WO3, ZnO, TiO2, Fe2O3, dan ITO. Dengan teknologi sol gel metal oksida ini dapat disintesis untuk mendapatkan partikel-partikel dengan ukuran nanokristalin. Teknik sol gel mendapatkan banyak keuntungan diantaranya: ukuran nano partikel, prosesnya lebih singkat, suhu rendah, dan hasil murni.
Kata kunci: Sol gel, mekanisme proses, metal oksida (MOX), nano partikel, devais sensor gas

1. Latar Belakang
Saat ini berbagai jenis solid state sensor atau dikenal dengan sensor mikroelektronik telah banyak dan berhasil diaplikasikan ke bidang seperti lingkungan atau untuk aplikasi monitoring pencemaran udara, kesehatan dan berbagai industri. Keberhasilan ini membuat kebutuhan akan sistem sensor diberbagai bidang juga semakin meningkat. Hal ini memacu bagi peneliti atau produsen sensor untuk membuat jenis sensor yang berukuran kecil (mikrosensor) dan low cost dari yang ada saat ini.
Dengan perkembangan teknologi mikroelektronika atau nanotechnology saat ini, telah membuka peluang melakukan inovasi teknologi dalam pembuatan sistem sensor yang lebih compact, kecil dengan akurasi dan performance yang lebih baik. Komponen-komponen metal oksida (MOX) seperti: SnO2, In2O3, WO3, ZnO, TiO2, ITO dan lain-lain, adalah sebagai bahan pembuat lapisan sensitif sensor gas.
Oleh karena itu dalam paper ini metoda yang digunakan adalah metoda sol gel, metoda tersebut disebabkan karena prosesnya lebih singkat, temperatur yang digunakan lebih rendah, dapat menghasilkan serbuk metal oksida dengan ukuran nano partikel dan dapat menghasilkan karakteristik yang lebih baik dari pada proses metalurgi serbuk.

2. Dasar Teori Proses Sol Gel
Prekursor atau bahan awal dalam pembuatannya adalah alkoksida logam dan klorida logam, yang kemudian mengalami reaksi hidrolisis dan reaksi polikondensasi untuk membentuk koloid, yaitu suatu sistem yang terdiri dari partikel-partikel padat (ukuran partikel antara 1 nm sampai 1 μm) yang terdispersi dalam suatu pelarut. Bahan awal atau prekursor juga dapat disimpan pada suatu substrat untuk membentuk film (seperti melalui dip-coating atau spin-coating), yang kemudian dimasukkan kedalam suatu container yang sesuai dengan bentuk yang diinginkan contohnya untuk menghasilkan suatu keramik monolitik, gelas, fiber atau serat, membrane, aerogel, atau juga untuk mensitesis bubuk baik butiran mikro maupun nano (Hench & West, 1990).
Dari beberapa tahapan proses sol-gel, terdapat dua tahapan umum dalam pembuatan metal oksida melalui proses sol-gel, yaitu hidrolisis dan polikondensasi seperti terlihat pada Gambar 1 berikut ini. Pada tahap hidrólisis terjadi penyerangan molekul air.

Gambar 1. Skema umum proses pembuatan Sol Gel

2.1. Kimia Sol Gel
Kimia sol gel adalah didasarkan pada hidrolisis dan kondensasi dari prekursor. Umumnya pada sol gel ditunjukkan penggunaan alkoksida sebagai prekursor. Alkoksida memberikan suatu monomer yang dalam beberapa kasus yang terlarut dalam bermacam-macam pelarut khususnya alkohol. Alkohol membolehkan penambahan air untuk mulai reaksi, keuntungan lain alkoksida adalah untuk mengontrol hidrolisis dan kondensasi. Dengan alkoksida sebagai prekursor, kimia sol gel dapat disederhanakan dengan persamaan reaksi berikut.
Reaksi Sol Gel
Ada dua tahapan reaksi dalam Sol Gel
(1) Hidrolisis metal alkoksida


(2) Kondensasi

Menurut Iler, polimerisasi sol-gel terjadi dalam tiga tahap:
1. Polimersasi monomer-monomer membentuk partikel
2. Penumbuhan partikel
3. Pengikatan partikel membentuk rantai, kemudian jaringan yang terbentuk diperpanjang dalam medium cairan, mengental menjadi suatu gel, seperti ditunjukkan pada Gambar-2 berikut.

Gambar 2. a) Tahapan pembentukan Sol dan b) Tahapan pembentukan Gel
2.2. Keuntungan menggunakan metoda Sol Gel
1. Homogenitasnya lebih baik, Temperatur rendah, Kemurnian lebih baik, Hemat energi
2. Pencemaran rendah, Menghindari reaksi dengan container dan kemurnian tinggi.
3. Fase pemisahan cepat, Kristalisasi cepat, Padatan non kristalin keluar membentuk gelas
4. Pembentukan fase kristal baru dari padatan non kristal baru
5. Produk glass lebih baik ditentukan dengan sifat-sifat gel, Produk film spesial.
2.3. Kerugian menggunakan metoda Sol Gel
1. Material proses cukup mahal, Residu butir-butir halus, Residu hidroksil
2. Residu carbon, Waktu proses cukup lama
(J.D.Mackenzie, J.Non-Cryst.Solids, 48, 1 (1982)
2.4. Parameter Proses Sol Gel
Tahapan proses Tujuan proses Parameter proses
Larutan Kimia Membentuk Gel Tipe prekursor, Tipe pelarut, Kadar air, Konsentrasi prekursor, Temperatur, dan pH
Aging Mendiamkan gel untuk mengubah sifat Waktu, Temperatur, Komposisi cairan, Lingkungan aging
Pengeringan (Drying) Menghilangkan air dari gel Metoda pengeringan (ovaporative, supercritical, dan freeze drying), Temperatur, Tekanan, Waktu
Kalsinasi Mengubah sifat-sifat fisik/kimia padatan, sering menghasilkan kristalisasi dan densifikasi Temperatur, Waktu, Gas (inert atau reaktif)
2.4. Material Metal Oksida (MOX)
2.4.1 Devais Sensor Gas Polutan
Dari sisi ekonomi, sensor gas juga aplikasinya cukup luas untuk pengontrolan gas pencemar di lingkungan seperti gas-gas: CO, NOx, SOx, NH3, H2S dan lain-lain atau gas-gas yang dihasilkan di tempat-tempat tertentu seperti pabrik dan laboratorium serta rumah tinggal. Dari sisi kesehatan, sensor gas dapat membantu pemeliharaan lingkungan hidup untuk tetap menyehatkan karena merupakan sarana pengontrolan gas-gas berbahaya yang ada di lingkungan. Adapun tipe metal oksida dan gas-gas yang terdeteksi dapat dilihat pada tabel 1 dan untuk penambahan zat aditif pada gas-gas spesifik pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 1. Metal Oksida Semikonduktor untuk Mendeteksi Gas-gas Spesifik
Tipe Oksida Gas yang terdeteksi
SnO2 H2, CO, NO2, H2S, CH4
WO3 NO2, NH3
TiO2 H2, O2, C2H5OH
In2O3 NO2,O3
Fe2O3 CO
LaFeO3 NO2, NOX
Cr 1,8 Ti 0,2 O3 NH3
Tabel 2. Metal Oksida Aditif untuk Mendeteksi Gas-gas Spesifik
Gas yang terdeteksi Metal adititif /SC
H2 Pt/SnO2, Pd/SnO2
In2O3, Ag/Pt/SnO2 CO
Pt/SnO2, Pd/SnO2 Cu/SnO2, In2O3
H2S CuO/SnO2, Ag/SnO2
WO3 NO2
CuO/SnO2, SnO2 In2O3, WO3

Gambar 3. Pembuatan sol murni metal oksida tanpa dan dengan doping
Gambar 3 sebagai ilustrasi pembuatan sol murni metal oksida tanpa dan dengan doping, sedang pembuatan serbuk nano material dengan teknologi sol gel ini dengan karakterisasi sistem sensor gas berbasis metal oksida, yang diaplikasikan pada divais sensor gas dengan menggunakan teknologi thick film dan thin film dengan bahan sensitif seperti Fe2O3, In2O3, WO3, ZnO, SnO2. Berbagai bahan aditif seperti Pt, Au, Pd, dan Ag akan digunakan sebagai dopant maupun katalis untuk meningkatkan sensitivitas dan selektivitas sensor, selain menerapkan sistem jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) untuk divais multi sensor. Dalam Gambar 4 dapat dilihat konsep rancang bangun sensor gas berbasis metal oksida seperti dalam Gambar 4

Gambar 4. Konsep rancang bangun sensor gas berbasis MOX
3. Aplikasi Pembuatan Sensor Gas berbasis MOx
Bahan baku yang digunakan adalah : In(CH3COO)3 , Diethylene Glycol, HNO3, Zn(CH3COO)2(H2O)2, WCl6, C2H5OH, 2,4-Pentanedione, SnCl2, K2CO3, KCl. Adapun cara pembentukan struktur nanomaterial metal oksida salah satu metode yang akan dipakai dengan metode Sol Gel. Metal-metal oksida tersebut akan diimplementasikan sebagai bahan pembentuk sensor gas. Adapun tahapan proses untuk pembuatan nano kristal WO3 adalah sebagai berikut, seperti yang ditunjukan pada gambar-5. Caranya, tungsten oksida (10.0 g) telah dihancurkan dengan 31.0 ml methanol. Setelah di-stirring pada suhu kamar selama 15 menit, 18.0 ml air (1:25 tungstic acid:water) pelan-pelan dimasukkan kedalam larutan acid-methanol dan di-reflux pada 80°C selama 20 jam di-stirring pada udara terbuka. Setelah itu, dikeringkan pada ruang hampa dan kemudian diperoleh bubuk kering adalah lebih lanjut diperlakukan untuk 5 jam pada 110°C di udara. Nanocrystalline WO3 telah diperoleh dengan cara mengeringkan bubuk tersebut antara 400°C atau 700°C selama 5 jam, di bawah aliran udara (50- ml min-1).
Untuk membuat bahan ZnO nanopartikel dari bahan zinc acetate dihydrate (152 g, 69x10-3 mol) dilarutkan di dalam dietilena glikol (DEG) dan dipanaskan sampai 130°C sehingga diperoleh suatu larutan jernih . Setelah di tambahkan air (2 ml) kemudian diaduk dan dipanaskan sampai 180 °C selama 2 jam, sehingga menjadi keruh putih dengan cepat. Untuk menghilangkan bahan pelarut organik, maka hasilnya dikeringkan pada suhu 400°C selama 2 jam dan lalu diannealing pada 600°C selama 1 jam. Sehingga akan dihasilkan serbuk putih dari seng oksida (ZnO), dan tahapan prosesnya seperti diuraikan pada Gambar 6.
Untuk membuat bahan In2O3 nanopartkel dari bahan indium acetate (067 g, 2,310 mol) dilarutkan di dalam dietilena glikol (DEG) dan dipanaskan sampai 130°C sehingga diperoleh larutan jernih. Setelah ditambahakan asam nitrat (2 ml, 3 N) dengan diaduk dan campuran tersebut dipanaskan sampai suhu 180°C selama 5 jam, sehingga larutan menjadi keruh secara berangsur-angsur dan akhirnya menjadi coklat muda. Setelah pengeringan (400 °C, 2 jam) dan kalsinasi pada 500°C (1 jam) suatu serbuk berwarna kuning diperoleh, yang dikenal sebagai oksida indium (In2O3), dan tahapan prosesnya seperti pada Gambar 7.
Substrat itu dikeringkan selama 24 jam pada 60°C dan setelah itu didiamkan selama 1 jam pada 500°C di dalam udara untuk menghilangkan film-film pembangkit residu organik homogen dari oksida indium (0,3 mg, 1,06x10-6 mol). Metal Oksida yang sudah di-annealing dapat dikarakterisasi. Karakterisasi yang dilakukan adalah : Struktur nano dengan SEM atau TEM dan senyawa yang terbentuk dengan XRD dan FTIR

Gambar 5. Skema Proses Sol Gel Sintesis WO3 Nanomaterial

Gambar 6. Skema Proses Sol Gel Sintesis ZnO Nanomaterial

Gambar 7. Skema Proses Sol Gel Sintesis In2O3 Nanomaterial

4. Hasil dan Pembahasan
Pembuatan serbuk nano material dengan metoda Sol Gel dan karakterisasi sistem sensor gas berbasis metal oksida, yang diaplikasikan pada divais sensor gas dengan menggunakan teknologi thick film dan thin film dengan bahan sensitif seperti Fe2O3, In2O3, WO3, ZnO, SnO2, ITO, TiO2 dan lain-lain Berbagai bahan aditif seperti Pt, Au, Pd, dan Ag akan digunakan sebagai dopant maupun katalis untuk meningkatkan sensitivitas dan selektivitas sensor, selain menerapkan sistem jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) untuk divais multi sensor. Dalam Gambar 8a, 8b dan 9 dapat dilihat butiran kristal nano hasil proses Sol Gel, yaitu sekitar 100 nm butiran seng oxida (ZnO), dan butiran kristal nano Indium oxida (In2O3) dan butiran kristal nano WO3.

Gambar 8. Morfologi butiran nano dilihat dengan alat SEM: a) Seng Oksida (ZnO), b) Indium Oksida (In2O3), Size: sekitar 100 nm, perbesaran: 20.000x.

Gambar 9. Morfologi butiran nano dilihat dengan alat SEM :
butiran WO3 (± 100nm), perbesaran: 20.000x
5. Future Activities
Untuk mengatasi permasalahan diatas dan mencapai sasaran yang tepat, maka metode yang diterapkan ini adalah:
1. Modifikasi material metal oksida untuk meningkatkan sensitivitas sensor.
Beberapa hasil penelitian saat ini menunjukkan bahwa penambahan aditif dari bahan logam mulia (Pt, Au, Ag) dapat meningkatkan sensitivitas material metal oksida terhadap gas-gas tertentu. Aditif ini bisa berupa dopant yang dicampurkan dengan material dasar, atau dalam bentuk katalis yang dilapiskan di permukaan material dasar. Selain itu, sensitivitas sensor juga akan meningkat dengan pengecilan ukuran butiran material metal oksida sampai ke skala nanometer. [8].
2. Penggunaan sensor array untuk meningkatkan selektivitas sensor.
Perbedaan temparatur pengoperasian dan komposisi bahan aditif menyebabkan perbedaan respon dari sensor terhadap gas yang sama. Dengan kata lain, sensor yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda pula. Maka bila sensor-sensor ini digabungkan menjadi satu kelompok, akan didapat satu sistem sensor yang mampu mendiskriminasi gas polutan yang berbeda-beda dengan bantuan jaringan syaraf tiruan.
3. Penggunaan teknologi sol gel disamping thick film dan teknologi MicroMachining untuk menghasilkan divais dengan konsumsi daya yang rendah.
Tahap pertama, divais-divais sensor yang dikembangan akan difabrikasi dengan teknik screen printing untuk mendapatkan prototipe yang cepat dengan kinerja sesuai yang diharapkan. Tahap kedua adalah mewujudkan divais tersebut dengan teknologi Micromachining dalam rangka proses miniaturisasi lebih lanjut. Semakin kecil sensor yang dibuat, akan semakin rendah pula konsumsi dayanya.
4. Pemilihan jenis material dan metoda proses yang belum banyak dieksplorasi penggunaannya dalam rancang bangun sensor gas akan memberikan aspek orisinalitas.
Selama beberapa tahun terakhir, SnO2 adalah material yang paling banyak digunakan dalam sensor gas. Sebaliknya, material lain seperti In2O3, WO3, ZnO, Fe2O3 masih belum banyak digunakan dalam pembuatan sensor gas walaupun potensinya sangat besar. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada penggunaan material-material metal oksida tersebut dan modifikasinya agar peluang mendapatkan konsep-konsep ilmiah baru bisa lebih mudah.
Dengan teknologi Sol Gel didapatkan hasil yang efektif dan efisien seperti mendapatkan butiran kristal nano sehingga devais yang dihasilkan menjadi lebih sensitif dan kinerjanya menjadi lebih tinggi.

Wednesday, January 12, 2011

Model-model Pembelajaran Fisika

Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.
Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kjondisi yang dihadapi. Akan tetapi sajian yang dikemukakan pengantarnya berupa pengertian dan rasional serta sintaks (prosedur) yang sifatnya prinsip, modifikasinya diserahkan kepada guru untuk melakukan penyesuaian, penulis yakin kreativitas para guru sangat tinggi.
1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai makhluq sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siawa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.
2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif - nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara).
3. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).
Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).
4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).
5. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dap[at berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri
6. Problem Solving
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, .atau algoritma). Sintaknya adalah: sajiakn permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.


7. Problem Posing
Bentuk lain dari problem posing adaslah problem posing, yaitu pemecahan masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.
8. Problem Terbuka (OE, Open Ended)
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjtynya siswa juda diinta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Denga demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola piker, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir.
Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan peremasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).
Sintaknya adlaha menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat reson siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.
9. Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan engetahuan sisap siswa dan engalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa memngkonstruksiu konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi
10. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning)
Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi berarti menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.
11. Reciprocal Learning
Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.
Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul, membaca-merangkum.
12. SAVI
Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indar yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi; Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.
13. TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.
Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:
a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan \mekanisme kegiatan
b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesewpakatan kelompok.
c. Selanjutnya adalah opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu (misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan hasilnya diperik\sa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang dip[erolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.
d. Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.
14. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)
Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.
15. AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)
Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.
16. TAI (Team Assisted Individualy)
Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab vbelajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.
Sintaksi BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.
17. STAD (Student Teams Achievement Division)
STAD adalah salah sati model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.
18. NHT (Numbered Head Together)
NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.
19. Jigsaw
Model p[embeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti berikut ini. Pengarahan, iformasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
20. TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
21. GI (Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkem\angan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
22. MEA (Means-Ends Analysis)
Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi
23. CPS (Creative Problem Solving)
Ini juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.
24. TTW (Think Talk Write)
Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laopran hasil presentasi. Sinatknya adalah: informasi, kelompok (membaca-mencatatat-menandai), presentasi, diskusi, melaporkan.
25. TS-TS (Two Stay – Two Stray)
Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok.
26. CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending)
Sintaknya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar konsep, (0) organisasi ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (E) mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.
27. SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)
Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif siswa, yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh
28. SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review)
SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect, yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual yang relevan.
29. MID (Meaningful Instructionnal Design)
Model ini adalah pembnelajaran yang mengutyamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction melakukan fasilitasi pengalaan belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep
30. KUASAI
Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar, Ambil pemaknaan (mengetahui-memahami-menggunakan-memaknai), Sertakan ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman, dan Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar.
31. CRI (Certainly of Response Index)
CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya untuk memilih dan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002) mengemukakan bahwa CRI menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dn 5 untuk certain.
32. DLPS (Double Loop Problem Solving)
DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama daritimbulnya masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanutnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang menyebabkan munculnya masalah tersebut.
Sintaknya adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan solusi, analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah penyelesdai maslah sebagai berikurt: menuliskan pernyataan masalah awal, mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi, mengidentifikasui kausal, imoplementasi solusi, identifikasi kausal utama, menemukan pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama.
33. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)
DMR adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan, dan pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok. Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengemabangan, penerapan, dan penutup.
34. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, refleksi.
35. IOC (Inside Outside Circle)
IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat dan teratur. Sintaksnya adalah: Separu dari sjumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam, siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang berada di lingkran luar berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan seterusnya
36. Bambu
Model pembelajaran ini memberuikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda secara teratur. Strategi ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukartan pengalaman dan pengetahuan antar siswa. Sintaksnya adalah: Sebagian siswa berdiri berjajar di depoan kelas atau di sela bangku-meja dan sebagian siswa lainnya berdiri berhadapan dengan kelompok siswa opertama, siswa yang berhadapan berbagi pengalkaman dan pengetahuan, siswa yang berdiri di ujung salah satui jajaran pindah ke ujunug lainnya pada jajarannya, dan kembali berbagai informasi.


37. Artikulasi
Artikulasi adlah mode pembelajaran dengan sintaks: penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan.
38. Debate
Debat adalah model pembalajaranb dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu setrusnya secara bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan menambahkannya biola perlu.
39. Role Playing
Sintak dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan scenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penimpoulan dan refleksi.
40. Talking Stick
Suintak p[embelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.
41. Snowball Throwing
Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi
42. Student Facilitator and Explaining
Langkah-langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian materi, siswa mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke siswa lainnya, kesimpulan dan evaluasi, refleksi.
43. Course Review Horay
Langkah-langkahnya: informasi kompetensi, sajian materi, tanya jawab untuk pemantapan, siswa atau kelompok menuliskan nomor sembarang dan dimasukkan ke dalam kotak, guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak, siswa yang punya nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru berhak menjawab jika jawaban benar diberi skor dan siswa menyambutnya dengan yel hore atau yang lainnya, pemberian reward, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
44. Demostration
Pembelajaran ini khusu untuk materi yang memerlukan peragaan media atau eksperimen. Langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran umum materi bahan ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok, menunjuk siswa atau kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
45. Explicit Instruction
Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap. Sintaknya adalah: sajian informasi kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan procedural, membimbing pelatihan-penerapan, mengecek pemahaman dan balikan, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
46. Scramble
Sintaknya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan ajar, buat kartu jawaban dengan diacak nomornya, sajikan materi, membagikan kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok.
47. Pair Checks
Siswa berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban, bertukar peran, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
48. Make-A Match
Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk badak berikutnya pembelaarn seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
49. Mind Mapping
Pembelajara ni sangat cocok untuk mereviu pengetahuan awal siswa. Sintaknya adalah: informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, siswa berkelompok untuk menanggapi dan membuat berbagai alternatiu jawababn, presentasi hasuil diskusi kelompok, siswa membuat ksimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi dan refleksi.
50. Examples Non Examples
Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, sajikan gambar ditempel atau pakai OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati sajian, diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, valuasi dan refleksi.
51. Picture and Picture
Sajian informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan gambar kegiatan berkaitan dengan materi, siswa (wakil) mengurutkan gambar sehingga sistematik, guru mengkonfirmasi urutan gambar tersebut, guru menanamkan konsep sesuai materi bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.



52. Cooperative Script
Buat kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi bahan ajar, siswa mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil diskusi oleh salah seorang dan yang lain menanggapi, bertukar peran, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.
53. LAPS-Heuristik
Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bertisfat tuntunan dalam rangaka solusi masalah. LAPS ( Logan Avenue Problem Solving) dengan kata Tanya apa masalahnya, adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya. Sintaks: pemahaman masalah, rencana, solusi, dan pengecekan.
54. Improve
Improve singkatan dari Introducing new concept, Metakognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulty, Obtaining mastery, Verivication, Enrichment. Sintaknya adalah sajian pertanyaan untuk mengantarkan konsep, siswa latian dan bertanya, balikan-perbnaikan-pengayaan-interaksi.
55. Generatif
Basi gneratif adalah konstruksivisme dengan sintaks orintasi-motivasi, pengungkapan ide-konsep awal, tantangan dan restruturisasi sajiankonsep, aplikasi, ranguman, evaluasi, dan refleksi
56. Circuit Learning
Pembelajaran ini adalah dengan memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang. Sintaknya adalah kondisikan situasi belajar kondusif dan focus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya-peta konsep-bahasa khusus, Tanya jawab dan refleksi
57. Complette Sentence
Pembelajaran dengan model melengkapi kalimat adalah dengan sintakas: sisapkan blanko isian berupa aparagraf yang kalimatnya belum lengkap, sampaikan kompetensi, siswa ditugaskan membaca wacana, guru membentuk kelompok, LKS dibagikan berupa paragraph yang kaliatnya belum lengkap, siswa berkelompok melengkapi, presentasi.
58. Concept Sentence
Proseduirnya adalah poenyampaian kompetensi, sajian materi, membentuk kelompok heterogen, guru menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan ajar, tia kelompok membeuat kalimat berdasarkankata kunci, presentasi.
59. Time Token
Model ini digunakan (Arebds, 1998) untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Langkahnya adalah kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi, tiap siswa diberi kupon bahan pembicaraan (1 menit), siswa berbicara (pidato-tidak membaca) berdasarkan bahan pada kupon, setelah selesai kupon dikembalikan.
60. Take and Give
Model pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan sintaks, siapkan kartu dengan yang berisi nama siswa - bahan belajar - dan nama yang diberi, informasikan kompetensi, sajian materi, pada tahap pemantapan tiap siswa disuruh berdiri dan mencari teman dan saling informasi tentang materi atau pendalaman-perluasannya kepada siswa lain kemudian mencatatnya pada kartu, dan seterusnya dengan siswa lain secara bergantian, evaluasi dan refleksi
61. Superitem
Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat-bertahap dari simpel ke kompleks, berupa opemecahan masalah. Sintaksnya adalah ilustrasikan konsep konkret dan gunakan analogi, berikan latihan soal bertingkat, berikan sal tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi-koneksi informasi, integrasi, dan hipotesis.
62. Hibrid
Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang berkenaan dengan cara siswa mengadopsi konsep. Sintaknya adalah pembelajaran ekspositori, koperatif-inkuiri-solusi-workshop, virtual workshop menggunakan computer-internet.
63. Treffinger
Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks: keterbukaan-urun ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward.
64. Kumon
Pembelajarn dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual, dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah: sajian konsep, latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru membimbing.
65. Quantum
Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik orkestra-simfoni. Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha siswa diberi reward. Strategi quantum adalah tumbuhkan minat dengan AMBak, alami-dengan dunia realitas siswa, namai-buat generalisasi sampai konsep, demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi, ulangi dengan Tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.
Rumus quantum fisika asdalah E = mc2, dengan E = energi yang diartikan sukses, m = massa yaitu potensi diri (akal-rasa-fisik-religi), c = communication, optimalkan komunikasi + dengan aktivitas optimal.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN

1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siawa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif - nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara).

3. Inkuiri
Istilah inquiry berasal dari bahasa inggris yang berarti pertanyaan atau penyelidikan. Inquiry diartikan sebagai pencarian kebenaran, informasi, penelitian atau pengetahuan. Dengan kata lain inquiry adalah perluasan proses-proses discovery karena mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merancang eksperimen, mengumpulkan data dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu dan terbuka. Hal ini diungkapkan oleh Moh. Amin (Siswanto, 2003: 12).
Menurut AAAS (Jarrett, 1997: 3) mengatakan bahwa ’scientific inquiry is more complex than the traditional notion of it. Rather than a systematic method of making observations and then organizing them, scientific inquiry is a subtle, flexible, and demanding process’. Sedangkan Menurut Kuslan dan Stone (Tim SBM, 2004: 9) mendefinisikan inkuiri sebagai pengajaran dimana guru dan siswa mempelajari peristiwa-peristiwa ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para ilmuwan. Sedangkan Menurut Piaget (Tim SBM, 2004: 9) ‘pendekatan inkuiri diartikan sebagai pendidikan yang mempersiapkan situasi bagi anak/siswa untuk melakukan eksperimen sendiri, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari sendiri jawaban atas pertanyaan yang mereka ajukan’.
Berdasarkan berbagai definisi diatas maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran inkuiri adalah pendekatan pembelajaran dimana guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menemukan dan menyelidiki konsep yang dipelajarinya. Siswa dihadapkan dengan masalah/problem, penyelesaian dari masalah tersebut diselidiki dan ditemukan sendiri sesuai dengan kemampuannya.
Model pembelajaran inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Suchman, yang memandang hakikat belajar sebagai latihan berfikir melalui pertanyaan-pertanyaan. Inti gagasan suchman adalah 1) siswa akan bertanya (inquire) bila mereka dihadapkan pada masalah yang membingungkan, kurang jelas atau kejadian aneh (discrepant event), 2) siswa memiliki kemampuan untuk menganalisis strategi berfikir mereka, 3) strategi berfikir dapat diajarkan dan ditambahkan kepada siswa, dan 4) inkuiri dapat lebih bermakna dan efektif apabila dilakukan dalam konteks kelompok. (Veronica, dalam Siswanto, 2003: 13)
Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik tertentu, karakteristik ini tidak dapat dipisahkan dengan model pembelajaran itu sendiri. Berikut ini secara umum karakteristik model pembelajaran inkuiri (Tim SBM, 2004: 9-10).
1. Menggunakan keterampilan-keterampilan proses IPA
2. Tidak ada keharusan untuk menyelesaikan unit tertentu dalam waktu tertentu
3. Jawaban-jawaban yang dicari tidak diketahui lebih dahulu dan tidak ada dalam buku pelajaran. Buku yang dipilih berisi pertanyaan-pertanyaan dan saran-saran untuk menentukan jawaban bukan memberikan jawaban
4. Siswa bersemangat sekali untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri
5. Proses pembelajaran berpusat pada pertanyaan-pertanyaan “mengapa, bagaimana kita mengetahui dan betulkah kesimpulan kita ini”
6. Suatu masalah ditentukan lalu dipersempit hingga terlihat kemungkinan masalah itu dapat dipecahkan oleh siswa
7. Hipotesa dirumuskan oleh siswa
8. Siswa-siswa mengusulkan cara-cara pengumpulan data, melakukan eksperimen, mengadakan pengamatan, membaca dan menggunakan sumber lain.
9. Semua usul dimulai bersama, ditentukan asumsi-asumsinya, keterlibatan-keterlibatan dan kesukaran-kesukaran.
10. Siswa melakukan penelitian, secara individu atau kelompok untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesa kemudian mengolah data mereka sampai kesimpulan sementara dan diusahakan juga siswa memberikan penjelasan secara alamiah.
Menurut Sund dan Trowbridge (Soesanti, 2005), dengan model pembelajaran inkuiri maka siswa akan mengalami proses-proses mental tertentu yang canggih yaitu: (1) mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang mendalam tentang gejala alam; (2) merumuskan permasalahan; (3) merumuskan hipotesis; (4) merencanakan pendekatan-pendekatan penelitian termasuk eksperimen; (5) melakukan eksperimen; (6) memadukan pengetahuan; (7) mengembangkan sikap-sikap ilmiah tertentu seperti obyektif, ingin tahu, bersikap terbuka, berhasrat dan menaruh perhatian terhadap model-model teoritis, dan bertanggung jawab.
Selanjutnya menurut Karli (2003: 112-113) bahwa Pendekatan belajar inkuiri terdiri atas lima tahapan yaitu:
1. Tahap pertama adalah penyajian masalah atau meghadapkan siswa pada situasi teka-teki. Pada tahap ini guru membawa situasi masalah dan menentukan prosedur inkuiri kepada siswa (berbentuk pertanyaan yang hendaknya dijawab ya/tidak). Permasalahan yang diajukan adalah masalah yang sederhana yang dapat menimbulkan keheranan. Hal ini diperlukan untuk memberikan pengalaman kreasi pada siswa tetapi sebaiknya didasarkan pada ide-ide sederhana.
2. Tahap kedua adalah pengumpulan dan verifikasi data, siswa mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang mereka lihat dan alami.
3. Tahap ketiga adalah eksperimen. Pada tahap ini siswa melakukan eksperimen untuk mengeksplorasi dan menguji secara langsung. Eksplorasi mengubah sesuatu untuk mengetahui pengaruhnya, tidak selalu diarahkan oleh suatu teori atau hipotesis. Pengujian secara langsung terjadi ketika siswa akan menguji hipotesis atau teori. Pada tahap ini guru berperan untuk mengendalikan siswa bila mengasumsi suatu variabel yang sudah disangkalnya padahal pada kenyataannya tidak. Peran guru laninnya pada tahap ini adalah memperluas inkuiri yang dilakukan siswa dengan cara memperluas informasi yang telah diperoleh. Selama verifikasi siswa boleh mengajukan pertanyaan tentang objek, ciri, kondisi, dan peristiwa.
4. Tahap keempat adalah mengorganisir data dan merumuskan penjelasan. Pada tahap ini guru mengajak siswa merumuskan penjelasan, kemungkinan besar akan ditemukan siswa yang mendapatkan kesulitan dalam mengemukakan informasi yang diperoleh yang berbentuk uraian penjelasan. Siswa-siswa yang demikian didorong untuk dapat memberi penjelasan yang tidak begitu mendetail.
5. Tahap kelima adalah mengadakan analisa tentang proses inkuiri. Pada tahap ini siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan mereka. Mereka boleh menetukan pertanyaan yang lebih efektif, pertanyaan yang produktif dan yang tidak atau tipe informasi yang mereka butuhkan dan ynag tidak diperoleh. Tahap ini akan menjadi penting apabila kita melaksanakan pendekatan belajar model inkuiri dan mencoba memperbaikinya secara sistematis dan secara independen. Konflik yang dialami siswa saat melihat suatu kejadian yang menurut pandangannya tidak umum dapat menuntun partisipasi aktif dalam penyelidikan secara alamiah.
Dampak pembelajaran dan dampak pengiring dari pendekatan model inkuiri (Karli, 2003: 114) adalah 1) dapat mengembangkan keterampilan proses sains, 2) strategi penyelidikan dapat dikembangkan secara kreatif, 3) menimbulkan semangat kreatif dan semangat belajar pada siswa, 4) memberikan kebebasan atau belajar secara otonomi pada siswa, 5) memungkinkan kerja sama dua arah (guru-siswa dan siswa-siswa), 6) menekankan hakekat kesementaraan dari pengetahuan.
Inkuiri memiliki kelebihan seperti yang dikemukan oleh Winataputra yaitu:
1. Dapat membentuk dan mengembangkan self-concept pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru
3. Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja keras atas inisiatifnya sendiri, bersikap objektif, jujur dan terbuka.
4. Mendorong siswa untuk berfikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri
5. Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik
6. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang dan siswa belajar bagaimana memecahkan masalah
7. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu
8. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri
9. Siswa dapat menghindari cara-cara belajar yang tradisional
10. Dapat memberikan waktu yang secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasikan dan mengakomodasikan informasi
11. Meningkatkan memory
Kelebihan inkuiri menurut Winataputra yaitu:
1. Dalam mengubah kebiasaan belajar bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan
2. Untuk mengubah kegiatan belajar yang dilakukan guru bukanlah suatu hal yang mudah, umumnya guru belum merasa puas dalam mengajar jika belum banyak menyajikan informasi melalui ceramah
3. Dalam pelaksanaannya metode ini membutuhkan penyediaan berbagai sumber belajar, fasilitas yang memadai dan biasanya sukar untuk penyediaannya
4. Pada sistem klasikal dengan jumlah siswa yang banyak penggunaan metode ini sukar dilaksanakan dengan baik.

4. Keterampilan Proses
Darmodjo (Karli, 2003: 121) mengatakan bahwa Ilmu pengetahuan alam (sains) merupakan hasil kegiatan manusia (produk) yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Produk sains berupa pengetahuan tentang sains yang terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Proses ilmiah merupakan serangkaian produk empirik dan analitik. Prosedur empirik mencakup: pengamatan (observasi), klasifikasi dan pengukuran. Proses analitik mencakup : menyusun hipotesa, merancang serta melakukan eksperimen, menarik kesimpulan dan meramalkan. Pemahaman terhadap sains seyogyanya tidak hanya memandang sains sebagai produk tetapi juga proses
Menurut piaget (Karli, 2003: 125) mengatakan bahwa kebanyakan anak usia sekolah dasar (7-11 tahun), tingkat perkembangan intelektualnya berada pada tahap operasioanl konkrit, pada tahap ini anak berfikir logis dengan menggunakan benda-benda konkrit untuk diotak-atik sesuai dengan kemauannya. Memberi kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi objek yang dipelajari akan membantu proses berpikirnya, sehingga pembelajaran akan tertanam dalam pikirannya dan bermakna.
Nuryani Rustaman membagi keterampilan proses sains menjadi delapan aspek, berikut ini aspek-aspek keterampilan proses sains serta penjelasannya.
1. Mengamati (observasi)
Mencakup keterampilan yang melibatkan semua alat indra (penglihatan, pendengaran, pembau/penciuman, peraba, pengecap) untuk menyatakan sifat yang dimiliki oleh satu atau lebih objek, persamaan dan perbedaannya dengan objek lainnya.
2. Mengklasifikasi
3. Menginterpretasi hasil pengamatan
Melibatkan untuk mencatat seiap hasil pengamatan secara terpisah, menghubungkan hasil pengamatan, menemukan suatu pola dalam satu seri pengamatan, menarik kesimpulan.
4. Berhipotesa
5. Merencanakan percobaan
Meliputi kemampuan siswa menentukan alat, bahan, dan sumber yang digunakan dalam penelitian, menentukan variabel yang harus dibuat tetap dan yang berubah, menentukan apa yang diamati, diukur dan ditulis, menentukan cara dan langkah-langkah kerja
6. Bertanya
Meliputi kemampuan siswa bertanya apa, bagaimana dan mengapa, bertanya untuk meminta penjelasan, mengajukan pertanyaan yang berlatang belakang hipotesis.
7. Berkomunikasi
Dimaksudkan untuk mendeskripsikan hasil pengamatan, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas secara tertulis, menjelaskan hasil penelitian, mendiskusikan hasil percobaan atau penelitian, menggambarkan dalam bentuk grafik, tabel, gambar dan membacanya. (Al farida 2002 hubungan antara keterampilan proses IPA yang dimiliki siswa dengan pemahaman konsep siswa
8. Aplikasi konsep


METODE PEMBELAJARAN

1. Metode eksperimen adalah penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental, satu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan kelompok kontrol (Panggabean, 1996: 26). Untuk itu dilakukan pembagian kelompok, yaitu satu kelompok yang dikenai perlakuan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok lain sebagai kelompok kontrol. Eksperimen dalam pengertian lain merupakan percobaan yang bersistem dan berencana untuk membuktikan kebenaran suatu teori. (KBBI, 2007: 290)
Ciri khas : Kegiatan dilakukan di laboratorium.
2. Metode demonstrasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperagakan suatu tata cara melakukan atau mengerjakan sesuatu sehingga dapat diketahui oleh orang lain yang mengamatinya atau memperhatikannya. Cara yang biasa dilakukan yaitu seorang guru memperagakan cara kerja sesuatu di depan kelas dan siswa menyimaknya dengan seksama. Demonstrasi adalah peragaan atau pertunjukkan tata cara melakukan atau mengerjakan sesuatu. (KBBI, 2007: 250)
Ciri khas : Kegiatan peragaan dilakukan di depan kelas.
3. Metode diskusi adalah kegiatan pertemuan yang bertujuan untuk melakukan pertukaran pemikiran mengenai suatu masalah yang diangkat sehingga dapat diketahui pemecahannya setelah melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan ini sangat dinamis karena melibatkan seluruh peserta atau kelompok peserta didik. Guru dapat memberikan penyimpulan mengenai materi pelajaran yang diberikan setelah melakukan kegiatan diskusi ini. Diskusi adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah. (KBBI, 2007: 269)
Ciri khas : Ada permasalahan yang diangkat
Peserta homogen
4. Metode Ceramah adalah kegiatan satu arah dimana guru menjelaskan tentang suatu hal kemudian siswa memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru tersebut. Biasanya guru melakukan kegiatan tersebut di depan kelas. Ceramah adalah penyampaian sesuatu oleh seseorang di depan banyak pendengar mengenai suatu hal yang berkaitan dengan pengetahuan. (KBBI, 2007: 209)
Ciri khas : guru lebih dominan menyampaikan materi
5. Metode tanya jawab pada prinsipnya sama dengan metode diskusidimana terjadi pertukaran pemikiran mengenai suatu masalah yang diangkat sehingga dapat diketahui pemecahannya setelah melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan ini sangat dinamis karena melibatkan seluruh peserta atau kelompok peserta didik. Kegiatan ini juga dilakukan dua arah dimana ada salah seorang sebagai pihak penanya dan yang lain pihak yang menjawab.Tanya jawab adalah diskusi. (KBBI, 2007: 1141)
Ciri khas : Dari guru ke siswa
Sudah mengetahui apa yang harus dijawab.

Peneliti Temukan Bukti Pemusnahan Massal

VIVAnews - Pada sebuah situs penggalian di Luoping, provinsi Yunnan, kawasan barat daya China, peneliti menemukan hampir 20 ribu fosil. Penemuan fosil dalam jumlah sangat banyak ini sama artinya dengan penemuan sebuah ekosistem lengkap.

Reptil, ikan, dan fosil-fosil biota laut lain melengkapi sejumlah fosil berukuran lebih kecil yang ditemukan sebelumnya.

Kumpulan fosil itu diyakini sebagai bukti dari pembinasaan massal makhluk hidup di Bumi, akibat aktivitas vulkanik yang terjadi di akhir era Permian, sekitar 252 juta tahun lalu.

Mike Benton, Profesor dari Bristol University School of Eearth Sciences dan Shixue Hu of the Chengdu Geological Center China menyebutkan, lapisan batu kapur setebal 16 meter yang melindung fosil-fosil ini berasal dari masa lalu. “Ketika itu, China Selatan masih merupakan sebuah pulau raksasa yang berada sedikit di atas garis katulistiwa dan memiliki iklim tropis,” ucapnya.

“Ditemukannya fosil tanaman darat juga mengindikasikan bahwa komunitas perairan ini tinggal di dekat hutan pohon-pohon pakuan,” ucap Benton, seperti dikutip dari Examiner, 23 Desember 2010.

Fosil-fosil yang ditemukan, kata Benton, tersimpan dengan sangat baik, dengan lebih dari separuhnya tetap dalam kondisi lengkap, termasuk jaringan lunaknya. “Tampaknya mereka dilindungi sepanjang masa oleh lapisan mikroba yang segera menutup tubuh makhluk hidup itu tak lama setelah mereka mati,” ucapnya.

Sepanjang sejarahnya selama 4,5 miliar tahun terakhir, planet Bumi telah mengalami sejumlah kejadian pemusnahan massal. Akan tetapi, dikutip dari RedOrbit, kejadian dahsyat yang menimpa ekosistem di era Permian itu terjadi di skala “yang tidak ada tandingannya” dan menyebabkan musnahnya 96 persen kehidupan laut dan 70 persen vertebrata darat.

Hanya satu dari sepuluh spesies yang selamat dan mereka menjadi basis dari pulihnya kehidupan di periode waktu berikutnya, yang disebut Triassic.

“Masa pemulihan dari pemusnahan massal ini tampaknya membutuhkan waktu antara 1 sampai 4 juta tahun,” kata Benton. “Kejadian di akhir masa Permian ini sangat dahsyat, membunuh sekitar 90 persen spesies sampai ekosistem-ekosistem tidak memiliki apapun yang tersisa untuk melanjutkan kehidupannya,” ucap Benton.

Saat ini peneliti fokus untuk mencari petunjuk yang bisa membantu mereka menentukan spesies apa saja yang berhasil melewati kejadian di akhir era Permian itu. Selanjutnya, fosil-fosil ‘harta karun’ dari era Permian ini akan digunakan oleh peneliti untuk mempelajari bagaimana spesies tertentu dapat beradaptasi dan bertahan setelah mengalami pemusnahan massal. (sj)

Friday, January 7, 2011

Biografi tokoh-tokoh fisika terkenal sepanjang masa


Biografi Isaac Newton
  • Lahir : 4 Jan 1643 di Woolsthorpe, Lincolnshire, Inggris
  • Meninggal : 31 Maret 1727 di London, Inggris
  • Orang tua :
    • Ayah : Isaac Newton (meninggal pada  bulan Oktober 1642, tiga bulan        sebelum kelahiran Newton)
    • Ibu     : Hannah Ayscough
    • Ayah tiri: Barnabas Smith, seorang menteri di gereja ( di North Witham).                  Menikahi ibunya saat Newton berumur dua tahun.
    • Nenek: Margery Ayscough
    • Kakek: James Ayscough
Isaac Newton mungkin merupakan salah satu dari sedikit ilmuwan yang paling berpengaruh yang pernah hidup. Newton berasal dari sebuah keluarga petani, walaupun ayahnya meninggalkan harta yang cukup, tetapi dia tidak mengenyam pendidikan semasa kecilnya, menuliskan namanyapun tidak bisa.
Setelah ibunya menikah lagi, dia tinggal bersama nenek dan kakenya tetapi keduanya tidak memberikan kasih sayang sebagaimana mestinya, masa kecilnya sungguh tidak bahagia. Dia sangat kecewa terhadap ibu dan ayah tirinya, sampai-sampai dia mengungkapkan bahwa “Threatening my father and mother Smith to burn them and the house over them“.
Setelah ayah tirinya meninggal, Newton tinggal bersama ibunya lagi, dan juga nenek beserta adik tirinya,setelah itu newton dikirimkan ke sekolah bahasa di daerah Grantham dimana dia akhirnya menjadi anak terpandai di sekolahnya. Saat bersekolah di The Kings School di Grantham. Dia tinggal di-kost milik apoteker lokal yang bernama William Clarke. Tetapi keluarganya mengeluarkan Newton dari sekolah dengan alasan agar dia menjadi petani saja, bagaimanapun Newton terlihat tidak menyukai pekerjaan barunya. Tapi pada akhirnya setelah meyakinkan keluarga dan ibunya dengan bantuan paman, William Ayscough, dan gurunya, Newton dapat melanjutkan sekolahnya di The Kings School di Grantham. Saat itu dia tinggal bersama kepala sekolahnya, Stokes. Pada akhirnya dia menamatkan sekolah pada usia 18 tahun dengan nilai yang memuaskan. Setelah itu, Stokes berhasil membujuk ibunya agar Newton melanjutkan pendidikannya di universitas.
Pada tanggal 5 Juni 1661, Newton memasuki Trinity College Cambridge untuk melanjutkan pendidikannya. Di kampusnya Newton mempelajari filosofi dari Descartes, Gassendi, Hobbes, dan juga Boyle. Dia tertarik untuk mempelajari teori Copernicus dari Galileo, dan juga teori optiknya Kepler. Dia menulis sebuah buku yang berjudul Quaestiones Quaedam Philosophicae (Certain Philosophical Questions). Newton mulai tertarik untuk mempelajari matematik pada musim gugur tahun 1663, karena dia ingin mempelajari buku astronomi yang telah dibelinya. Karena dia merasa tidak memahami geometri sehingga memutuskan untuk mempelajari buku Euclid's Elements. Newton memperoleh beasiswa pada tanggal 28 April 1664 dan memperoleh gelar bachelor pada April 1665.

Newton was a law unto himself. He kept large amounts of his work to himself for years because he was worried about publishing it and being criticised - he couldn't stand criticism. He would attack anyone who didn't agree with him and hid many of his ideas away from other people. He had few friends - but gave a number of young mathematicians and scientists time and financial support. He suffered from depression at times, and yet could be delightful. He didn't believe in Christianity, yet for years was supposed to be training to be ordained as a priest. He lived for 85 years and died in agony from stones in his bladder. He refused the last sacrament on his deathbed, but is buried in state in Westminster Abbey.


2.2 Apa yang telah dilakukan Newton ?
            Sebelum Newton berumur 25 tahun, dia telah menguasai bidang matematika, optik, fisika, dan astronomi.

While Newton remained at home he laid the foundations for differential and integral calculus, several years before its independent discovery by Leibniz. The 'method of fluxions', as he termed it, was based on his crucial insight that the integration of a function is merely the inverse procedure to differentiating it. Taking differentiation as the basic operation, Newton produced simple analytical methods that unified many separate techniques previously developed to solve apparently unrelated problems such as finding areas, tangents, the lengths of curves and the maxima and minima of functions. Newton's De Methodis Serierum et Fluxionum was written in 1671 but Newton failed to get it published and it did not appear in print until John Colson produced an English translation in 1736.
When the University of Cambridge reopened after the plague in 1667, Newton put himself forward as a candidate for a fellowship. In October he was elected to a minor fellowship at Trinity College but, after being awarded his Master's Degree, he was elected to a major fellowship in July 1668 which allowed him to dine at the Fellows' Table. In July 1669 Barrow tried to ensure that Newton's mathematical achievements became known to the world. He sent Newton's text De Analysi to Collins in London writing:-
[Newton] brought me the other day some papers, wherein he set down methods of calculating the dimensions of magnitudes like that of Mr Mercator concerning the hyperbola, but very general; as also of resolving equations; which I suppose will please you; and I shall send you them by the next.
Collins corresponded with all the leading mathematicians of the day so Barrow's action should have led to quick recognition. Collins showed Brouncker, the President of the Royal Society, Newton's results (with the author's permission) but after this Newton requested that his manuscript be returned. Collins could not give a detailed account but de Sluze and Gregory learnt something of Newton's work through Collins. Barrow resigned the Lucasian chair in 1669 to devote himself to divinity, recommending that Newton (still only 27 years old) be appointed in his place. Shortly after this Newton visited London and twice met with Collins but, as he wrote to Gregory:-
... having no more acquaintance with him I did not think it becoming to urge him to communicate anything.



Kita mengenal akrab nama ini dari teorinya tentang gravitasi. Namun demikian gravitasi bukanlah satu-satunya penemuan Newton yang monumental. Newton juga mewariskan kepada kita konsep tentang spektrum cahaya (dia yang pertama menemukan bahwa cahaya putih ternyata merupakan gabungan dari spektrum yang terdiri dari warna-warni pelangi). Ia juga tercatat sebagai penemu teleskop refleksi (nama "Refleksi" untuk weblog ini sebenarnya saya pilih atas karena mengingatkan saya atas teleskop tersebut). Begitu pula dengan hukum geraknya yang mampu menjelaskan banyak hal mengenai orbit benda-benda angkasa, termasuk bumi kita.

Soal lahirnya hukum gravitasi ini memang memiliki banyak versi. Ada yang percaya bahwa gagasan tentang gravitasi muncul setelah sebuah apel jatuh menimpa kepalanya. Versi lain menyatakan bahwa sumber gagasan justeru saat ia melihat bulan yang menggantung di angkasa. Dalam biografinya malahan dikisahkan bahwa gagasan soal teori gravitasi lahir setelah ia teringat akan sebuah permainan di masa kecilnya: Sebuah ember penuh berisi air diputar kuat-kuat dalam sumbu vertikal sehingga air dalam ember tidak tumpah walaupun dalam posisi ember yang terbalik.

Membaca biografi Isaac newton memang sangat mengasyikkan. Banyak hal yang memberikan inspirasi dari pribadi ilmuwan yang satu ini--walaupun sebagai manusia ia tidak luput dari berbagai kekurangan. Ketekunannya yang luar biasa, rasa ingin tahunya yang besar, ketelitiannya dalam melakukan riset adalah beberapa diantaranya.

Kini, lebih dari tiga ratus tahun setelah Newton merumuskan teori-teorinya, penemuannya masih tetap relevan. Semasa hidupnya, Newton mungkin tidak pernah membayangkan bahwa peluncuran roket dan perjalanan antar planet kini bisa dilakukan dengan berdasar kepada rumusan yang ia temukan. Minggu lalu, disini saya pernah cerita tentang penemuan planet ekstrasolar. Kalau mau jujur, sebenarnya orang yang paling berperan dalam penemuan ini adalan Newton. Bukankah konsep tentang spektrum cahaya yang digunakan untuk mengukur pergeseran Doppler (sehingga terlihat adanya 'goyangan' pada sebuah bintang) merupakan buah dari penemuan Newton? Hukum gravitasinya menjelaskan bagaimana sebuah planet yang mengorbit bisa mempengaruhi bintang induknya. Dan jangan lupa dengan hukum gerak yang menjelaskan tentang periode, massa, dan jarak objek yang mengelilingi sebuah bintang. Semua itu lahir dari otak ilmuwan jenius itu tiga setengah abad lampau!









Issac Newton saat berusia 46 tahun pada lukisan karya Godfrey Kneller tahun 1689










, Newton mengembangkan teori kalkulus. Newton merupakan orang pertama yang menjelaskan tentang teori gerak dan berperan penting dalam merumuskan gerakan melingkar dari hukum Kepler, dimana Newton memperluas hukum tersebut dengan beranggapan bahwa suatu orbit gerakan melingkar tidak harus selalu berbentuk lingkaran sempurna (seperti elipse, hiperbola dan parabola). Newton menemukan spektrum warna ketika melakukan percobaan dengan melewati sinar putih pada sebuah prisma, dia juga percaya bahwa sinar merupakan kumpulan dari partikel-partikel. Newton juga mengembangkan hukum tentang pendinginan yang di dapatkan dari teori binomial, dan menemukan sebuah prinsip momentum dan angular momentum.
Pendapat Kepala Akademi Ilmiah Berlin tentang Newton: "Newton ialah seorang jenius besar yang pernah ada dan paling beruntung, yang tak bisa kita temukan lebih dari suatu sistem dunia untuk didirikan." [See Shapley.]
2.3 Karya- karya Newton
  • Optik
Penemuannya yang pertama adalah tentang cahaya. Dulu orang beranggapan warna putih merupakan warna tunggal atau warna murni. Tapi, lewat serangkaian percobaan, Newton menemukan sekaligus membuktikan, warna putih merupakan campuran dari tujuh warna berbeda yang sama dengan warna-warna pelangi, yaitu merah-jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu (Mejikuhibiniu). Teori ini kemudian dikenal dengan istilah Pembiasan Cahaya. Tak hanya puas dengan penemuan pembiasan cahaya, Newton membuat percobaan lain yang masih ada hubungannya dengan cahaya. Kali ini ia melakukan pemantulan cahaya, kemudian Newton berhasil membuat sebuah benda yang bernama teropong refleksi.
  • Mekanika dan Gravitasi
Setelah penelitian di bidang cahaya, Newton kemudian mendalami bidang mekanika. Mekanika merupakan bidang kajian yang berhubungan dengan bergeraknya suatu benda. Seputar hal ini, Newton menemukan beberapa teori sekaligus. Pertama, teori suatu benda yang bergerak karena pengaruh kekuatan luar. Kedua, yang paling terkenal, teori yang menyatakan setiap benda melakukan aksi gerak pasti ada gerak tandingannya (reaksi) dengan besar yang sama tapi arahnya bertentangan. Ketiga, teori gaya berat atau gravitasi, teori ini muncul setelah peristiwa jatuhnya apel, dia menghitung gaya yang dibutuhkan untuk menjaga agar bulan tetap pada orbitnya yang dibandingkan dengaqn gaya yang menarik sebuah benda ke tanah.
·         Matematika
Newton memberikan kontribusi terhadap semua ilmu matematik, dia berhasil menemukan solusi mengenai geometri analitik yaitu diferensial dan integral..

·         produced the universal theory of gravity
  • changed ideas about space
  • developed the laws of motion
  • developed whole areas of mathematics including calculus
  • disagreed violently with the deeply held religious beliefs of the day - in particular he did not believe in the Holy Trinity
  • was an enthusiastic alchemist who - amongst many other feats - tasted almost all of the known heavy metals (which we now know are poisonous!)
  • reformed the Royal Mint


According to the well-known story, it was on seeing an apple fall in his orchard at some time during 1665 or 1666 that Newton conceived that the same force governed the motion of the Moon and the apple. He calculated the force needed to hold the Moon in its orbit, as compared with the force pulling an object to the ground. He also calculated the centripetal force needed to hold a stone in a sling, and the relation between the length of a pendulum and the time of its swing. These early explorations were not soon exploited by Newton, though he studied astronomy and the problems of planetary motion.
Correspondence with Hooke (1679-1680) redirected Newton to the problem of the path of a body subjected to a centrally directed force that varies as the inverse square of the distance; he determined it to be an ellipse, so informing Edmond Halley in August 1684. Halley's interest led Newton to demonstrate the relationship afresh, to compose a brief tract on mechanics, and finally to write the Principia.
Book I of the Principia states the foundations of the science of mechanics, developing upon them the mathematics of orbital motion round centres of force. Newton identified gravitation as the fundamental force controlling the motions of the celestial bodies. He never found its cause. To contemporaries who found the idea of attractions across empty space unintelligible, he conceded that they might prove to be caused by the impacts of unseen particles.
Book II inaugurates the theory of fluids: Newton solves problems of fluids in movement and of motion through fluids. From the density of air he calculated the speed of sound waves.
Book III shows the law of gravitation at work in the universe: Newton demonstrates it from the revolutions of the six known planets, including the Earth, and their satellites. However, he could never quite perfect the difficult theory of the Moon's motion. Comets were shown to obey the same law; in later editions, Newton added conjectures on the possibility of their return. He calculated the relative masses of heavenly bodies from their gravitational forces, and the oblateness of Earth and Jupiter, already observed. He explained tidal ebb and flow and the precession of the equinoxes from the forces exerted by the Sun and Moon. All this was done by exact computation.
Newton's work in mechanics was accepted at once in Britain, and universally after half a century. Since then it has been ranked among humanity's greatest achievements in abstract thought. It was extended and perfected by others, notably Pierre Simon de Laplace, without changing its basis and it survived into the late 19th century before it began to show signs of failing. See Quantum Theory; Relativity.

In 1664, while still a student, Newton read recent work on optics and light by the English physicists Robert Boyle and Robert Hooke; he also studied both the mathematics and the physics of the French philosopher and scientist René Descartes. He investigated the refraction of light by a glass prism; developing over a few years a series of increasingly elaborate, refined, and exact experiments, Newton discovered measurable, mathematical patterns in the phenomenon of colour. He found white light to be a mixture of infinitely varied coloured rays (manifest in the rainbow and the spectrum), each ray definable by the angle through which it is refracted on entering or leaving a given transparent medium. He correlated this notion with his study of the interference colours of thin films (for example, of oil on water, or soap bubbles), using a simple technique of extreme acuity to measure the thickness of such films. He held that light consisted of streams of minute particles. From his experiments he could infer the magnitudes of the transparent "corpuscles" forming the surfaces of bodies, which, according to their dimensions, so interacted with white light as to reflect, selectively, the different observed colours of those surfaces.

The roots of these unconventional ideas were with Newton by about 1668; when first expressed (tersely and partially) in public in 1672 and 1675, they provoked hostile criticism, mainly because colours were thought to be modified forms of homogeneous white light. Doubts, and Newton's rejoinders, were printed in the learned journals. Notably, the scepticism of Christiaan Huygens and the failure of the French physicist Edmé Mariotte to duplicate Newton's refraction experiments in 1681 set scientists on the Continent against him for a generation. The publication of Opticks, largely written by 1692, was delayed by Newton until the critics were dead. The book was still imperfect: the colours of diffraction defeated Newton. Nevertheless, Opticks established itself, from about 1715, as a model of the interweaving of theory with quantitative experimentation.
III  MATHEMATICS
In mathematics too, early brilliance appeared in Newton's student notes. He may have learnt geometry at school, though he always spoke of himself as self-taught; certainly he advanced through studying the writings of his compatriots William Oughtred and John Wallis, and of Descartes and the Dutch school. Newton made contributions to all branches of mathematics then studied, but is especially famous for his solutions to the contemporary problems in analytical geometry of drawing tangents to curves (differentiation) and defining areas bounded by curves (integration). Not only did Newton discover that these problems were inverse to each other, but he discovered general methods of resolving problems of curvature, embraced in his "method of fluxions" and "inverse method of fluxions", respectively equivalent to Leibniz's later differential and integral calculus. Newton used the term "fluxion" (from Latin meaning "flow") because he imagined a quantity "flowing" from one magnitude to another. Fluxions were expressed algebraically, as Leibniz's differentials were, but Newton made extensive use also (especially in the Principia) of analogous geometrical arguments. Late in life, Newton expressed regret for the algebraic style of recent mathematical progress, preferring the geometrical method of the Classical Greeks, which he regarded as clearer and more rigorous.
Newton's work on pure mathematics was virtually hidden from all but his correspondents until 1704, when he published, with Opticks, a tract on the quadrature of curves (integration) and another on the classification of the cubic curves. His Cambridge lectures, delivered from about 1673 to 1683, were published in 1707.
The Calculus Priority Dispute
Newton had the essence of the methods of fluxions by 1666. The first to become known, privately, to other mathematicians, in 1668, was his method of integration by infinite series. In Paris in 1675 Gottfried Wilhelm Leibniz independently evolved the first ideas of his differential calculus, outlined to Newton in 1677. Newton had already described some of his mathematical discoveries to Leibniz, not including his method of fluxions. In 1684 Leibniz published his first paper on calculus; a small group of mathematicians took up his ideas.
In the 1690s Newton's friends proclaimed the priority of Newton's methods of fluxions. Supporters of Leibniz asserted that he had communicated the differential method to Newton, although Leibniz had claimed no such thing. Newtonians then asserted, rightly, that Leibniz had seen papers of Newton's during a London visit in 1676; in reality, Leibniz had taken no notice of material on fluxions. A violent dispute sprang up, part public, part private, extended by Leibniz to attacks on Newton's theory of gravitation and his ideas about God and creation; it was not ended even by Leibniz's death in 1716. The dispute delayed the reception of Newtonian science on the Continent, and dissuaded British mathematicians from sharing the researches of Continental colleagues for a century.
V  ALCHEMY AND CHEMISTRY
Newton left a mass of manuscripts on the subjects of alchemy and chemistry, then closely related topics. Most of these were extracts from books, bibliographies, dictionaries, and so on, but a few are original. He began intensive experimentation in 1669, continuing till he left Cambridge, seeking to unravel the meaning that he hoped was hidden in alchemical obscurity and mysticism. He sought understanding of the nature and structure of all matter, formed from the "solid, massy, hard, impenetrable, movable particles" that he believed God had created. Most importantly in the "Queries" appended to "Opticks" and in the essay "On the Nature of Acids" (1710), Newton published an incomplete theory of chemical force, concealing his exploration of the alchemists, which became known a century after his death.
VI  HISTORICAL AND CHRONOLOGICAL STUDIES
Newton owned more books on humanistic learning than on mathematics and science; all his life he studied them deeply. His unpublished "classical scholia"—explanatory notes intended for use in a future edition of the Principia—reveal his knowledge of pre-Socratic philosophy; he read the Fathers of the Church even more deeply. Newton sought to reconcile Greek mythology and record with the Bible, considered the prime authority on the early history of mankind. In his work on chronology he undertook to make Jewish and pagan dates compatible, and to fix them absolutely from an astronomical argument about the earliest constellation figures devised by the Greeks. He put the fall of Troy at 904 BC, about 500 years later than other scholars; this was not well received.
VII  RELIGIOUS CONVICTIONS AND PERSONALITY
Newton also wrote on Judaeo-Christian prophecy, whose decipherment was essential, he thought, to the understanding of God. His book on the subject, which was reprinted well into the Victorian Age, represented lifelong study. Its message was that Christianity went astray in the 4th century AD, when the first Council of Nicaea propounded erroneous doctrines of the nature of Christ. The full extent of Newton's unorthodoxy was recognized only in the present century: but although a critic of accepted Trinitarian dogmas and the Council of Nicaea, he possessed a deep religious sense, venerated the Bible and accepted its account of creation. In late editions of his scientific works he expressed a strong sense of God's providential role in nature.
VIII  PUBLICATIONS
Newton published an edition of Geographia generalis by the German geographer Varenius in 1672. His own letters on optics appeared in print from 1672 to 1676. Then he published nothing until the Principia (published in Latin in 1687; revised in 1713 and 1726; and translated into English in 1729). This was followed by Opticks in 1704; a revised edition in Latin appeared in 1706. Posthumously published writings include The Chronology of Ancient Kingdoms Amended (1728), The System of the World (1728), the first draft of Book III of the Principia, and Observations upon the Prophecies of Daniel and the Apocalypse of St John (1733).