Sunday, February 5, 2012

TEKNOLOGI SOL GEL PADA PEMBUATAN NANO KRISTALIN METAL OKSIDA UNTUK APLIKASI SENSOR GAS

Teknologi pembuatan metal oksida (MOX) untuk lapisan aktif pada pembuatan sensor gas dengan metode sol gel, disertai mekanisme reaksi dan parameter-parameter proses yang mempengaruhinya. Beberapa metal oksida (MOX) sebagai lapisan aktif pada sensor gas antara lain seperti: SnO2, In2O3, WO3, ZnO, TiO2, Fe2O3, dan ITO. Dengan teknologi sol gel metal oksida ini dapat disintesis untuk mendapatkan partikel-partikel dengan ukuran nanokristalin. Teknik sol gel mendapatkan banyak keuntungan diantaranya: ukuran nano partikel, prosesnya lebih singkat, suhu rendah, dan hasil murni.
Kata kunci: Sol gel, mekanisme proses, metal oksida (MOX), nano partikel, devais sensor gas

1. Latar Belakang
Saat ini berbagai jenis solid state sensor atau dikenal dengan sensor mikroelektronik telah banyak dan berhasil diaplikasikan ke bidang seperti lingkungan atau untuk aplikasi monitoring pencemaran udara, kesehatan dan berbagai industri. Keberhasilan ini membuat kebutuhan akan sistem sensor diberbagai bidang juga semakin meningkat. Hal ini memacu bagi peneliti atau produsen sensor untuk membuat jenis sensor yang berukuran kecil (mikrosensor) dan low cost dari yang ada saat ini.
Dengan perkembangan teknologi mikroelektronika atau nanotechnology saat ini, telah membuka peluang melakukan inovasi teknologi dalam pembuatan sistem sensor yang lebih compact, kecil dengan akurasi dan performance yang lebih baik. Komponen-komponen metal oksida (MOX) seperti: SnO2, In2O3, WO3, ZnO, TiO2, ITO dan lain-lain, adalah sebagai bahan pembuat lapisan sensitif sensor gas.
Oleh karena itu dalam paper ini metoda yang digunakan adalah metoda sol gel, metoda tersebut disebabkan karena prosesnya lebih singkat, temperatur yang digunakan lebih rendah, dapat menghasilkan serbuk metal oksida dengan ukuran nano partikel dan dapat menghasilkan karakteristik yang lebih baik dari pada proses metalurgi serbuk.

2. Dasar Teori Proses Sol Gel
Prekursor atau bahan awal dalam pembuatannya adalah alkoksida logam dan klorida logam, yang kemudian mengalami reaksi hidrolisis dan reaksi polikondensasi untuk membentuk koloid, yaitu suatu sistem yang terdiri dari partikel-partikel padat (ukuran partikel antara 1 nm sampai 1 μm) yang terdispersi dalam suatu pelarut. Bahan awal atau prekursor juga dapat disimpan pada suatu substrat untuk membentuk film (seperti melalui dip-coating atau spin-coating), yang kemudian dimasukkan kedalam suatu container yang sesuai dengan bentuk yang diinginkan contohnya untuk menghasilkan suatu keramik monolitik, gelas, fiber atau serat, membrane, aerogel, atau juga untuk mensitesis bubuk baik butiran mikro maupun nano (Hench & West, 1990).
Dari beberapa tahapan proses sol-gel, terdapat dua tahapan umum dalam pembuatan metal oksida melalui proses sol-gel, yaitu hidrolisis dan polikondensasi seperti terlihat pada Gambar 1 berikut ini. Pada tahap hidrólisis terjadi penyerangan molekul air.

Gambar 1. Skema umum proses pembuatan Sol Gel

2.1. Kimia Sol Gel
Kimia sol gel adalah didasarkan pada hidrolisis dan kondensasi dari prekursor. Umumnya pada sol gel ditunjukkan penggunaan alkoksida sebagai prekursor. Alkoksida memberikan suatu monomer yang dalam beberapa kasus yang terlarut dalam bermacam-macam pelarut khususnya alkohol. Alkohol membolehkan penambahan air untuk mulai reaksi, keuntungan lain alkoksida adalah untuk mengontrol hidrolisis dan kondensasi. Dengan alkoksida sebagai prekursor, kimia sol gel dapat disederhanakan dengan persamaan reaksi berikut.
Reaksi Sol Gel
Ada dua tahapan reaksi dalam Sol Gel
(1) Hidrolisis metal alkoksida


(2) Kondensasi

Menurut Iler, polimerisasi sol-gel terjadi dalam tiga tahap:
1. Polimersasi monomer-monomer membentuk partikel
2. Penumbuhan partikel
3. Pengikatan partikel membentuk rantai, kemudian jaringan yang terbentuk diperpanjang dalam medium cairan, mengental menjadi suatu gel, seperti ditunjukkan pada Gambar-2 berikut.

Gambar 2. a) Tahapan pembentukan Sol dan b) Tahapan pembentukan Gel
2.2. Keuntungan menggunakan metoda Sol Gel
1. Homogenitasnya lebih baik, Temperatur rendah, Kemurnian lebih baik, Hemat energi
2. Pencemaran rendah, Menghindari reaksi dengan container dan kemurnian tinggi.
3. Fase pemisahan cepat, Kristalisasi cepat, Padatan non kristalin keluar membentuk gelas
4. Pembentukan fase kristal baru dari padatan non kristal baru
5. Produk glass lebih baik ditentukan dengan sifat-sifat gel, Produk film spesial.
2.3. Kerugian menggunakan metoda Sol Gel
1. Material proses cukup mahal, Residu butir-butir halus, Residu hidroksil
2. Residu carbon, Waktu proses cukup lama
(J.D.Mackenzie, J.Non-Cryst.Solids, 48, 1 (1982)
2.4. Parameter Proses Sol Gel
Tahapan proses Tujuan proses Parameter proses
Larutan Kimia Membentuk Gel Tipe prekursor, Tipe pelarut, Kadar air, Konsentrasi prekursor, Temperatur, dan pH
Aging Mendiamkan gel untuk mengubah sifat Waktu, Temperatur, Komposisi cairan, Lingkungan aging
Pengeringan (Drying) Menghilangkan air dari gel Metoda pengeringan (ovaporative, supercritical, dan freeze drying), Temperatur, Tekanan, Waktu
Kalsinasi Mengubah sifat-sifat fisik/kimia padatan, sering menghasilkan kristalisasi dan densifikasi Temperatur, Waktu, Gas (inert atau reaktif)
2.4. Material Metal Oksida (MOX)
2.4.1 Devais Sensor Gas Polutan
Dari sisi ekonomi, sensor gas juga aplikasinya cukup luas untuk pengontrolan gas pencemar di lingkungan seperti gas-gas: CO, NOx, SOx, NH3, H2S dan lain-lain atau gas-gas yang dihasilkan di tempat-tempat tertentu seperti pabrik dan laboratorium serta rumah tinggal. Dari sisi kesehatan, sensor gas dapat membantu pemeliharaan lingkungan hidup untuk tetap menyehatkan karena merupakan sarana pengontrolan gas-gas berbahaya yang ada di lingkungan. Adapun tipe metal oksida dan gas-gas yang terdeteksi dapat dilihat pada tabel 1 dan untuk penambahan zat aditif pada gas-gas spesifik pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 1. Metal Oksida Semikonduktor untuk Mendeteksi Gas-gas Spesifik
Tipe Oksida Gas yang terdeteksi
SnO2 H2, CO, NO2, H2S, CH4
WO3 NO2, NH3
TiO2 H2, O2, C2H5OH
In2O3 NO2,O3
Fe2O3 CO
LaFeO3 NO2, NOX
Cr 1,8 Ti 0,2 O3 NH3
Tabel 2. Metal Oksida Aditif untuk Mendeteksi Gas-gas Spesifik
Gas yang terdeteksi Metal adititif /SC
H2 Pt/SnO2, Pd/SnO2
In2O3, Ag/Pt/SnO2 CO
Pt/SnO2, Pd/SnO2 Cu/SnO2, In2O3
H2S CuO/SnO2, Ag/SnO2
WO3 NO2
CuO/SnO2, SnO2 In2O3, WO3

Gambar 3. Pembuatan sol murni metal oksida tanpa dan dengan doping
Gambar 3 sebagai ilustrasi pembuatan sol murni metal oksida tanpa dan dengan doping, sedang pembuatan serbuk nano material dengan teknologi sol gel ini dengan karakterisasi sistem sensor gas berbasis metal oksida, yang diaplikasikan pada divais sensor gas dengan menggunakan teknologi thick film dan thin film dengan bahan sensitif seperti Fe2O3, In2O3, WO3, ZnO, SnO2. Berbagai bahan aditif seperti Pt, Au, Pd, dan Ag akan digunakan sebagai dopant maupun katalis untuk meningkatkan sensitivitas dan selektivitas sensor, selain menerapkan sistem jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) untuk divais multi sensor. Dalam Gambar 4 dapat dilihat konsep rancang bangun sensor gas berbasis metal oksida seperti dalam Gambar 4

Gambar 4. Konsep rancang bangun sensor gas berbasis MOX
3. Aplikasi Pembuatan Sensor Gas berbasis MOx
Bahan baku yang digunakan adalah : In(CH3COO)3 , Diethylene Glycol, HNO3, Zn(CH3COO)2(H2O)2, WCl6, C2H5OH, 2,4-Pentanedione, SnCl2, K2CO3, KCl. Adapun cara pembentukan struktur nanomaterial metal oksida salah satu metode yang akan dipakai dengan metode Sol Gel. Metal-metal oksida tersebut akan diimplementasikan sebagai bahan pembentuk sensor gas. Adapun tahapan proses untuk pembuatan nano kristal WO3 adalah sebagai berikut, seperti yang ditunjukan pada gambar-5. Caranya, tungsten oksida (10.0 g) telah dihancurkan dengan 31.0 ml methanol. Setelah di-stirring pada suhu kamar selama 15 menit, 18.0 ml air (1:25 tungstic acid:water) pelan-pelan dimasukkan kedalam larutan acid-methanol dan di-reflux pada 80°C selama 20 jam di-stirring pada udara terbuka. Setelah itu, dikeringkan pada ruang hampa dan kemudian diperoleh bubuk kering adalah lebih lanjut diperlakukan untuk 5 jam pada 110°C di udara. Nanocrystalline WO3 telah diperoleh dengan cara mengeringkan bubuk tersebut antara 400°C atau 700°C selama 5 jam, di bawah aliran udara (50- ml min-1).
Untuk membuat bahan ZnO nanopartikel dari bahan zinc acetate dihydrate (152 g, 69x10-3 mol) dilarutkan di dalam dietilena glikol (DEG) dan dipanaskan sampai 130°C sehingga diperoleh suatu larutan jernih . Setelah di tambahkan air (2 ml) kemudian diaduk dan dipanaskan sampai 180 °C selama 2 jam, sehingga menjadi keruh putih dengan cepat. Untuk menghilangkan bahan pelarut organik, maka hasilnya dikeringkan pada suhu 400°C selama 2 jam dan lalu diannealing pada 600°C selama 1 jam. Sehingga akan dihasilkan serbuk putih dari seng oksida (ZnO), dan tahapan prosesnya seperti diuraikan pada Gambar 6.
Untuk membuat bahan In2O3 nanopartkel dari bahan indium acetate (067 g, 2,310 mol) dilarutkan di dalam dietilena glikol (DEG) dan dipanaskan sampai 130°C sehingga diperoleh larutan jernih. Setelah ditambahakan asam nitrat (2 ml, 3 N) dengan diaduk dan campuran tersebut dipanaskan sampai suhu 180°C selama 5 jam, sehingga larutan menjadi keruh secara berangsur-angsur dan akhirnya menjadi coklat muda. Setelah pengeringan (400 °C, 2 jam) dan kalsinasi pada 500°C (1 jam) suatu serbuk berwarna kuning diperoleh, yang dikenal sebagai oksida indium (In2O3), dan tahapan prosesnya seperti pada Gambar 7.
Substrat itu dikeringkan selama 24 jam pada 60°C dan setelah itu didiamkan selama 1 jam pada 500°C di dalam udara untuk menghilangkan film-film pembangkit residu organik homogen dari oksida indium (0,3 mg, 1,06x10-6 mol). Metal Oksida yang sudah di-annealing dapat dikarakterisasi. Karakterisasi yang dilakukan adalah : Struktur nano dengan SEM atau TEM dan senyawa yang terbentuk dengan XRD dan FTIR

Gambar 5. Skema Proses Sol Gel Sintesis WO3 Nanomaterial

Gambar 6. Skema Proses Sol Gel Sintesis ZnO Nanomaterial

Gambar 7. Skema Proses Sol Gel Sintesis In2O3 Nanomaterial

4. Hasil dan Pembahasan
Pembuatan serbuk nano material dengan metoda Sol Gel dan karakterisasi sistem sensor gas berbasis metal oksida, yang diaplikasikan pada divais sensor gas dengan menggunakan teknologi thick film dan thin film dengan bahan sensitif seperti Fe2O3, In2O3, WO3, ZnO, SnO2, ITO, TiO2 dan lain-lain Berbagai bahan aditif seperti Pt, Au, Pd, dan Ag akan digunakan sebagai dopant maupun katalis untuk meningkatkan sensitivitas dan selektivitas sensor, selain menerapkan sistem jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) untuk divais multi sensor. Dalam Gambar 8a, 8b dan 9 dapat dilihat butiran kristal nano hasil proses Sol Gel, yaitu sekitar 100 nm butiran seng oxida (ZnO), dan butiran kristal nano Indium oxida (In2O3) dan butiran kristal nano WO3.

Gambar 8. Morfologi butiran nano dilihat dengan alat SEM: a) Seng Oksida (ZnO), b) Indium Oksida (In2O3), Size: sekitar 100 nm, perbesaran: 20.000x.

Gambar 9. Morfologi butiran nano dilihat dengan alat SEM :
butiran WO3 (± 100nm), perbesaran: 20.000x
5. Future Activities
Untuk mengatasi permasalahan diatas dan mencapai sasaran yang tepat, maka metode yang diterapkan ini adalah:
1. Modifikasi material metal oksida untuk meningkatkan sensitivitas sensor.
Beberapa hasil penelitian saat ini menunjukkan bahwa penambahan aditif dari bahan logam mulia (Pt, Au, Ag) dapat meningkatkan sensitivitas material metal oksida terhadap gas-gas tertentu. Aditif ini bisa berupa dopant yang dicampurkan dengan material dasar, atau dalam bentuk katalis yang dilapiskan di permukaan material dasar. Selain itu, sensitivitas sensor juga akan meningkat dengan pengecilan ukuran butiran material metal oksida sampai ke skala nanometer. [8].
2. Penggunaan sensor array untuk meningkatkan selektivitas sensor.
Perbedaan temparatur pengoperasian dan komposisi bahan aditif menyebabkan perbedaan respon dari sensor terhadap gas yang sama. Dengan kata lain, sensor yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda pula. Maka bila sensor-sensor ini digabungkan menjadi satu kelompok, akan didapat satu sistem sensor yang mampu mendiskriminasi gas polutan yang berbeda-beda dengan bantuan jaringan syaraf tiruan.
3. Penggunaan teknologi sol gel disamping thick film dan teknologi MicroMachining untuk menghasilkan divais dengan konsumsi daya yang rendah.
Tahap pertama, divais-divais sensor yang dikembangan akan difabrikasi dengan teknik screen printing untuk mendapatkan prototipe yang cepat dengan kinerja sesuai yang diharapkan. Tahap kedua adalah mewujudkan divais tersebut dengan teknologi Micromachining dalam rangka proses miniaturisasi lebih lanjut. Semakin kecil sensor yang dibuat, akan semakin rendah pula konsumsi dayanya.
4. Pemilihan jenis material dan metoda proses yang belum banyak dieksplorasi penggunaannya dalam rancang bangun sensor gas akan memberikan aspek orisinalitas.
Selama beberapa tahun terakhir, SnO2 adalah material yang paling banyak digunakan dalam sensor gas. Sebaliknya, material lain seperti In2O3, WO3, ZnO, Fe2O3 masih belum banyak digunakan dalam pembuatan sensor gas walaupun potensinya sangat besar. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada penggunaan material-material metal oksida tersebut dan modifikasinya agar peluang mendapatkan konsep-konsep ilmiah baru bisa lebih mudah.
Dengan teknologi Sol Gel didapatkan hasil yang efektif dan efisien seperti mendapatkan butiran kristal nano sehingga devais yang dihasilkan menjadi lebih sensitif dan kinerjanya menjadi lebih tinggi.